Sabtu, 31 Desember 2011

GALELA TEMPO DOELOE (Galela Community)

Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah

GALELA Bukan negeri fatamorgana yg sering di hikayatkan dalam dongen-dongen klasik. bukan pula, rintisan sejarah dewa-dewa. "GALELA" secara etimologi adalah...: Negeri entah dimana tidak tahu.Negeri yg tempolar.(tidak dapat di tentukan kapan waktunya) Negeri yg teransen. (di luar ruang dan waktu).Negeri yg spat'sial (menunjukan pd suatu tempat, 'apa yg lebih dulu eksis' Negeri yang unives.HOLISTIK (utuh dan menyeluruh).Negeri ini benar-benar ada karena sifat wujut mengatakan ada mustahil, tiadah.Sebab di situlah jikal-bakal kelahiran anak cinta. dan jika engkau memalingkan pandanganmu kesana, jiwamu akan terharu.dan hati mu akan ditimang-timang di pangkuannya.dan sanubarimu di elus-elus di belaian-nya.duhai "GALELA", Negeri tempat bersuanya air mata penderitaan dan air mata kebahagiaan berpadu satu ia Galela adalah jamrut yang terupakan olehmu..











Mari bersama-sama berbagi informasi dan melestarikan budaya dan peradaban Galela yang telah lama dilupakn agar menjadi suatu Pengetahuan untuk anak cucu kita...Sebagai salah satu wadah belajar dan berbagi pengetahuan tentang GALELA baik sejarah maupun nilai-nilai budaya dan norma-norma adat dan spiritual yang di miliki GALELA

Rumah Adat Galela (Bangsaha)

Rumah adat Galela yang bernama Bangsaha berasal dari kata “Bangi ma soha” artinya alas atau dasar bangunan. Rumah ini berbentuk delapan sudut dengan ornament ukiran binatang pada mafana (bumbungan) dan tiang-tiangnya. Pemahaman masyarakat Galela yang bermukim di daerah pedalaman (hoana morodina) masih sama dengan masyarakat Tobaru, hanya fungsi rumah ini selain penyelesaian pelanggaran adat juga sebagai rumah pertama yang dibangun oleh masyarakat ketika menempati sebuah kampung (goge). Sehingga setiap hasil usaha perdana seperti membangun rumah atau panen, selalu dilakukan upacara adat di dalam bangsaha.
Sedangkan masyarakat Galela luar yang bermukim di pesisir (Hoana morodai) rumah adatnya tetap berbentuk segi delapan, namun ornamennya menggunakan ukiran perahu pada tiap mafana rumah dan tiang-tiangnya. Pemahaman masyarakat Galela luar lebih menempatkan bangsaha sebagai tempat pertemuan untuk kepentingan bersama (bari) dan usaha bersama (jojobo). Rumah adat Bangsaha di Galela sering juga disebut Sibualamo artinya sabua besar.

Sajak Si Singamangaraja yang mati diterjang peluru HAMISI dari Tobelo Halmahera


Akulah Si Singamangaraja Nyala di Bakara Redup di Balige
Kau menjamah perihnya
Tapi sebelum itu Tanah kerontang hangus harap
Di ujung pematang terban lapar
Dan susut danau ingati gelepar ikan mati Sejak malam tersaruk mimpi sekarat
Dihangati jubah-jubah hujan langit TobaHingga bulir padi menggemuk madu
Dan bernas beras di mamah mendidih
Berbuncah suara jiwa rongga merdeka
Sambil membajak tengah malam
Menyelami danau ikan-ikan jelita
Dan mendendang ranum nafas
Di pagar desa sinar sore
Parade gondang dan serunai
Moyang yang mengurapi para cucu
Berpinak di negeri seberang di antara raung ternak dan kecipak udang istirah
Menanduk betis lembut para gadis
Sebelum dipinang pemuda lembah tujuh malam
Menunggang kunang-kunang kerbau dan kambing
Bermerah sirih bergula pinang
Dan syair puji berkas bulan berkening cahaya rambut menjuntai ke pinggul gempal
Bergoyang seperti lembu bunting mengejar
Retakan waktu 1875 di taman batu masa depan
Menuruni gelisah undakan kenangan sebab kalian milik masa lalu dan masa datang

2

Aku jadi raja kaumku, mengitar lembah membilah bukit merimbun rimba
Menubir danau menyiku lagu ngilu jarum doa berjatuhan
Menisik nama-nama disebutkan menyuruk hari panjang terpejam
Tapi itu dulu kata mereka, Tapi itu kini kata mereka
Aku tak tahu apa mereka menyesatkannya di balik surya bukit tanah Batak
Menggugus jemari angin
Mengisar tembus ke bening mata
Sebagai runcing keris panjang si Piso Gajah Dompak
Semerbak kubur pagi hari
Tapi setelah itu, Tapi sebelum itu
Aku tak tahu mereka rindukan ubi bakar di ladang
Ketika panglima bersurban hanguskan Rumah Bolon

3

Karena kakek tak berpikir bak mereka
Karena kakek ingin mengigal seperti kakek dan kaumnya menjelang topan malam turun sebagai putraBatak abadi, dan si putih mata dari Eropa memberangus Ruma Parsantian
Sopo Bolon, Sopo Godang, Bale Pasogit, Bale Partangiangan, Bale Adat Paruhuman, Bale BiusPartungkoan, Mengusir kerabat mengejarku ke tanah seberang
Bersama angin liar 30 tahun
Karena si putih mata dari EropaTerus menggedor gelombang terjauh
Di balik benua malam, Tak menemukan bentanganTanah Batak dalam peta jarahan

4

Tapi sebelum itu, Tapi sesudah itu
Aku tak tahu mereka tersengat kilatnya
Kuletupkan api harga diri, Kuletupkan api harga diri
Menetak pedang pasukan berkuda dan bersenapan
Tulang keras ditikam kelewang, Serakah tuntas ditebas adat
Aku tak tahu mereka berjaga, Aku tak tahu mereka berjaga
Di lembah Butar, Di Lobu Siregar, Lintong ni huta, Pohan, Naga, Saribu, Simamora, Simalungun, Uluan, Asahan
Pasukan berkuda hilang nyawa
Di teluk Samosir Balige, Laguboti, Bakara
Pasukan perahu menggelucak darah
Lihat, lihat, tak pernah berdenyut takut menghadang tajam peluru dari Eropa
Sebab darah bergolak leluhur
Menyiram kubur sahabat hingga waktu tengadah abadi
Tapi sebelum itu, Tapi setelah itu
Mereka bakar rumahku, kampungku, adatku. Mereka remuk kerabatku, sukuku, anakku
Cucuku

5

Dan lihat Si Singamangaraja
Si kuda putih berlari menembus pasukan si putih mata Christoffel
Prajurit Jawa dan Padang.
Hingga Hamisi Tobelo Halmahera
Sucikan peluru terpilih untukku
Bidik, Bidik
Dan nyawa meregang darah dua bola mataku
Menghangati panglima dari Aceh
Patuan Nagari, Patuan Anggi,
Boru Lopian terjungkal pelurudi Sitapongan Sionomhudon setelah si Pulo Batumenggelepar lapar di rimba gerilya
Dan sungai darah terus berdebur ke tanah Batak Menunggu siapa berlayar
Ke tanjung harap
Hingga setelah ini, Hingga setelah ini
Aku tak tahu mereka dengar jeritnya
Ketika sajak ini diigaukan***

KRITERIA PENILAIAN PENENTUAN IBUKOTA KABUPATEN GALELA LOLODA

MENURUT TEORI & PERATURAN DALAM ILMU TATA RUANG
Pemilihan ibukota kabupaten GALELA LOLODA bukan sekedar persoalan pusat pemerintahan,
namun hal ini merupakan perubahan yang sangat mendasar, yakni perubahan
paradigma lama ibukota kabupaten sebagai pusat seluruh aktivitas pemerintahan ke
paradigma baru bahwa ibukota kabupaten direncanakan sedemikian rupa untuk
menjadi pusat pelayanan. Dari sisi nasional, hal ini sekaligus diharapkan mampu
mengatasi ketimpangan pembangunan dengan merencanakan pembangunan yang
lebih merata dan seimbang .

Dari tujuan Pemilihan ibukota Kabupaten GALELA_LOLODA dapat dijelaskan
bahwa hubungan di dalam kota, atau antara kota dengan daerah sekitarnya, dapat
dipilah dari segi sosial ekonomi dan dari segi fisik. Kedua hal tersebut saling
berhubungan dan saling mempengaruhi. Salah satu teori yang dapat menjelaskan
hubungan sosial-ekonomi dan fisik yang berkait erat dan saling mempengaruhi adalah
teori pusat atau tempat (central place theory).

Teori tempat pemusatan pertama kali dirumuskan oleh Christaller (dalam
Hartshorn, 1980) dan dikenal sebagai teori pertumbuhan perkotaan yang pada
dasarnya menyatakan bahwa pertumbuhan kota tergantung spesialisasinya dalam
fungsi pelayanan perkotaan, sedangkan tingkat permintaan akan pelayanan perkotaan
oleh daerah sekitarnya akan menentukan kecepatan pertumbuhan kota (tempat
pemusatan) tersebut. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan timbulnya pusat-pusat
pelayanan : (1) faktor lokasi ekonomi, (2) faktor ketersediaan sumberdaya,
(3) kekuatan aglomerasi, dan (4) faktor investasi pemerintah.

Sebuah kota atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan pelayanan,
sedangkan wilayah di luar kota atau pusat tersebut adalah daerah yang harus
dilayaninya, atau daerah belakangnya (hinterland). Sebuah pusat yang kecil akan
memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan
pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang dilayaninyapun relatif lebih dekat dengan
luasan yang kecil (Knox, 1994). Guna mengetahui kekuatan dan keterbatasan
hubungan ekonomi dan fisik suatu kota atau pusat dengan wilayah dijelaskan
Christaller melalui sebuah teori yang kemudian dikenal sebagai Central Place
Theory. Teori ini menjelaskan peran sebuah kota sebagai pusat pelayanan, baik
pelayanan barang maupun jasa bagi wilayah sekitarnya .

Menurut Christaller , sebuah pusat pelayanan
harus mampu menyediakan barang dan jasa bagi penduduk di daerah sekitarnya.
Lebih lanjut disebutkan bahwa dua buah pusat permukiman yang mempunyai jumlah
penduduk yang persis sama tidak selalu menjadi pusat pelayanan yang sama. Istilah
kepusatan (centrality) digunakan untuk menggambarkan bahwa besarnya jumlah
penduduk dan pentingnya peran sebagai tempat terpusat (central place).

Ibukota kabupaten merupakan suatu perwilayahan pusat atau sentral
pengendalian pembangunan yang akan mendorong terjadinya pertumbuhan secara
seimbang antar kota dengan desa atau antara desa dengan desa yang bersinergis. Dan
merupakan wilayah pusat keseimbangan regional  yaitu daya
dukung suatu potensi wilayah tergantung kepada keseimbangan penyebaran
penduduk yang memperoleh peluang yang sama terhadap demografi ekonomi sosial
dan lingkungan untuk mewujudkan seluruh potensi yang dimiliki dapat menghasilkan
suatu jaminan kualitas dan keadilan pelayanan publik.
.
Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah memberikan
kewenangan yang luas dan nyata kepada daerah dalam menyelenggarakan
pemerintahan. Terkait dengan hal tersebut dalam menentukan ibukota sebagai pusat
pemerintahan harus dilakukan suatu penilaian yang objektif yang didasarkan pada
kriteria-kriteria tertentu dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Kriteria-kriteria
yang perlu mendapat penilaian dalam menentukan calon ibukota tersebut antara lain
adalah:
  • aspek tata ruang,
  • aksesibilitas,
  • keadaan fisik,
  • kependudukan
  • ketersediaan fasilitas.
Menurut Soenkarno (1999), dalam kajian tentang pemindahan ibukota
kabupaten menyatakan bahwa tahapan proses pemilihan ibukota kabupaten secara
administratif sebagai berikut: a) legalisasi keinginan masyarakat melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah tentang perlunya ibukota kabupaten pindah, b) Bupati
meneruskan keinginan tersebut kepada Gubernur Kepala Daerah Provinsi untuk
mendapat persetujuan, c) Gubernur menerusakan usulan calon Ibukota Kabupaten
tersebut kapada Menteri Dalam Negeri diteruskan ke Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah (DPOD) untuk meneliti calon lokasi ibukota kabupaten terbaik, d) Hasil
Penelitian DPOD oleh Menteri Dalam Negeri diteruskan kepada menteri-menteri
terkait untuk mendapatkan dukungan, e) Setelah mendapat dukungan dari menterimenteri
terkait, Menteri Dalam Negeri menyampaikan usulan lokasi terbaikan diatas.

Fungsi kota dicerminkan oleh kelengkapan dan kualitas fasilitas pelayanan
perkotaan yang dimilikinya, disamping itu kota ditinjau dari segi aksesibilitasnya ke
kota-kota lain atau wilayah belakangnya. Pola ideal yang diharapkan terbentuk,
asumsi homogen dalam hal bentuk medan, kualitas tanah dan tingkat ekonomi
penduduk serta budayanya. Bentuk pola pelayanan seperti jejaring segi enam
(hexagonal) dianalogikan sebagai bentuk pelayanan. Bentuk pola pelayanan
hexagonal ini secara teoritis mampu memperoleh optimasi dalam hal efisiensi
transportasi, pemasaran dan administrasi (Haggett, 2001).

Hubungan pengembangan pusat-pusat pelayanan dalam strategi perencanaan
pembangunan regional bukan hanya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan riil
penduduk, tetapi untuk menghilangkan atau mengurangi ketimpangan antara daerah
perkotaan dan daerah pedesaan. Sejalan dengan tujuan pembangunan wilayah, maka
penyediaan fasilitas pelayanan dasar perkotaan sebagai salah satu bentuk pelayanan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota, seharusnya adalah diusahakan
untuk memenuhi tiga buah prinsip yaitu:  keterjangkauan (affordability),
penyediaan fasilitas pelayanan bagi masyarakat pada dasarnya harus dapat memenuhi
kebutuhan (recoverability) dan penyediaan fasilitas pelayanan dapat
diimplementasikan di tempat lain yang membutuhkan (replicability) (Haggett, 2001).

pembangunan wilayah  merupakan
fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi
modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi
industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan
pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan
daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Semua faktor di atas adalah penting
tetapi masih dianggap terpisah-pisah satu sama lain dan belum menyatu sebagai
komponen yang membentuk basis untuk penyusunan konsep pembangunan wilayah
(regional) secara komprehensif.

Untuk melihat kinerja perekonomian suatu wilayah biasanya digunakan
indikator-indikator makroekonomi, seperti peningkatan pendapatan masyarakat,
peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan . Dalam
konteks analisis input-output regional dan tampilan struktur ekonomi daerah, maka
beberapa pengertian yang dianggap layak untuk dibahas dalam rangka menganalisis
kinerja perekonomian suatu daerah adalah : (1) pertumbuhan ekonomi daerah atau
regional, (2) pendapatan daerah berupa produk domestik regional bruto (PDRB), dan
(3) distribusi pendapatan.

PENILAIAN PENENTUAN IBUKOTA KABUPATEN (berdasarkan PP. No.129. Thn 2000)

                                                 (__ Aspek Ruang__)
                                                          Indikator
  1. Calon Ibukota Kabupaten mampu memberikan pelayana bagi seluruh wilayah Kabupaten Baru
  2. Luas Wilayah memadai untuk mendukung aktifitas Sosial Ekonomi Budaya dan Politik kabupaten tersebut
  3. Calon Ibukota Kabupaten memiliki pola interaksi yang produktif dengan wilayah hinterlandnya.
  4. Lokasi calon Ibukota Kabupaten secara fisik tidak berdekatan dengan Ibukota Kabupaten lain/ kota
  5. Mempunyai akses yang baik terhadap potensi sumber daya air
                                                              Sub Indikator
  • 1. Jarak rata-rata calon Ibukota Kabupaten terhadap Ibukota Kecamatan
  • 2. Rasio luas lahan budidaya terhadap luas daerah
  • 3. Jarak tempuh rata-rata calon Ibukota Kabupaten terhadap seluruh Ibukota Kecamatan
  • 4. Jarak tempuh dengan Ibukota Kabupaten lain yang terdekat
  • 5. Jarak Sumber Daya Air dengan pusat permukiman

Alternatif Pengembangan Wilayah untuk Mereduksi Bibit Kerusuhan di Maluku Utara


Ide pemekaran kabupaten di wilayah Provinsi Maluku Utara yang secara intens dibicarakan setahun terakhir ini sebetulnya bukanlah ide baru, tetapi lebih merupakan upaya merevitalisasi pemikiran pemekaran Kerajaan Moluku Kie Raha lebih 650 tahun yang silam. Ketika itu Kerajaan Moluku Kie Raha yang mulai dikenal pada tahun 1252 'dimekarkan' menjadi empat Kesultanan 80 tahun sesudahnya.
Ditingkatkannya status Ternate menjadi Kotamadya, membawa konsekuensi ibukota Kabupaten Maluku Utara harus keluar dari tempatnya sekarang. Dari dua lokasi yang sejak lama sering disebut, seperti kota Tobelo, yang terletak di ujung utara pulau Halmahera yang lebih layak untuk dijadikan ibukota pengganti, dibanding Sidangoli, kota kecil terdekat dengan Ternate.
Ibarat sebuah tata surya, Ternate sebagai ibukota Kabupaten Maluku Utara berfungsi sebagai matahari yang menarik planet di sekitarnya, yang berupa kota-kota kecamatan (Sanana, Bacan, Obi, Daruba, Tobelo dll). Jika ibukota kabupaten pindah dari Ternate, Ternate tidak lagi merupakan matahari bagi kota-kota kecamatan yang bersangkutan. Apabila Tobelo dijadikan ibukota pengganti, magnetnya tidak cukup kuat untuk menarik beberapa kecamatan yang terletak di belahan selatan Maluku Utara, relevan dengan teori gaya gravitasi, yang mengatakan besarnya gaya tarik menarik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak benda. Ketidakkuatan daya tarik kota Tobelo diperbesar lagi dengan melihat kenyataan bahwa wilayah Kabupaten Maluku Utara yang baru terpisahkan oleh dua daerah Tk II, Kodya Ternate dan Kabupaten Halmahera Tengah.
Tidak kuatnya magnet Kota Tobelo, mengakibatkan kota-kota kecamatan khususnya di belahan selatan Maluku Utara akan terlepas dan secara alami akan membentuk tatasurya baru. Melihat potensi dan konfigurasi wilayah yang ada, tata surya baru yang paling mungkin muncul adalah Halmahera bagian utara dan Morotai, Kepulauan Sula, dan Kepulauan sekitar Obi-Bacan plus Halmahera bagian selatan.
Apabila faktor sejarah menjadi pertimbangan di mana keberadaan empat kesultanan masa lalu akan 'dilestarikan' melengkapi dua kesultanan (Ternate dan Tidore) yang telah menjadi daerah Tk II, maka dua bekas daerah kesultanan yang lain yaitu Kesultanan Bacan dan Kesultanan Jaiololo patut dipertimbangkan menjadi pusat dua kabupaten baru. Sementara di lingkar luar wilayah kesultanan tersebut, yaitu Tobelo di utara dan Sanana di selatan, layak untuk menjadi pusat bagi kabupaten baru untuk wilayah di sekitarnya.
Dengan analisis tersebut, maka Kabupaten Maluku Utara layak untuk dimekarkan menjadi empat daerah tingkat II baru. Pertama, Kabupaten Jailolo, dengan wilayah yang mencakup Kecamatan Jailolo, Sahu, Ibu, Kao dan Makian-Malifut. Kedua, Kabupaten Bacan dengan wilayah yang mencakup Kecamatan Bacan, Obi, Gane Barat, Gane Timur dan Kayoa. Ketiga Kabupaten Halmahera Utara yang mencakup wilayah kecamatan Tobelo, Loloda, Galela, Morotai Utara, Morotai Selatan, dan Kabupaten Sula yang mencakup wilayah Kecamatan Sanana, Taliabu Barat dan Taliabu Timur.
Di sisi lain ditingkatkannya status wilayah Maluku Utara menjadi provinsi, secara logis Ternate yang telah menjadi kotamadya menjadi tempat bagi ibukota provinsi dengan melihat kesiapan sarana dan prasarana yang ada. Tetapi melihat daya dukung pulau Ternate yang sangat terbatas dan melihat masa depan Ibukota Maluku Utara sebagai salah satu pusat pertumbuhan di Kawasan Timur Indonesia bisa tidak bisa ibukota provinsi harus pindah dari Ternate. Dua lokasi yang diperdebatkan adalah kota Sidangoli yang berada di wilayah Kecamatan Jailolo, Kabupaten Maluku Utara (di bawah wilayah Kesultanan Ternate), dan Sofifi yang berada di wilayah Kecamatan Oba, Halmahera Tengah (di bawah Kesultanan Tidore).
Aroma sentimen kedaerahan sangat kental pada pemilihan kedua alternatif lokasi ini, dan mempunyai potensi menimbulkan masalah baru apabila dipilih salah satu dari padanya. Di sisi lain Kawasan Timur Indonesia perlu memiliki suatu kota yang bisa menjadi panutan bagi kota yang kelak akan berkembang di masa yang akan datang. Terencana dengan baik dan bebas dari kepentingan kelompok tertentu.
Solusi bagi pemikiran tersebut adalah direncanakan/diciptakan daerah baru, dan kota baru bagi ibukota Provinsi Maluku Utara. Daerah baru mempunyai pengertian daerah ini bukan lagi merupakan daerah ''bawahan'' Kesultanan Ternate maupun Tidore. Kota baru, mempunyai pengertian bahwa perlu diciptakan suatu kota yang benar-benar baru yang dibangun di atas lahan yang relatif kosong dengan memasukkan semua faktor bagi suatu kota besar di masa datang dalam perencanaannya (adalah suatu kenyataan bahwa kota besar yang ada di Indonesia tercipta melalui perencanaan tambal sulam). Suatu lomba tingkat international untuk merencanakan suatu ibukota provinsi masa depan bagi wilayah ini merupakan alternatif yang sangat layak dilakukan.
Lokasi bagi ibukota provinsi ini bukanlah Sofifi ataupun Sidangoli, tetapi terletak di antaranya. Lokasi dimana terdapat persimpangan antara jalur trans Halmahera, dengan jalur yang menghubungkan kota Dodinga di pinggiran Teluk Dodinga di sisi barat Pulau Halmahera dan kota Boboneigo di pinggiran Teluk Kao di sisi timur Pulau Halmahera. Wilayah ibukota ini mencakup daerah Sidangoli, Domebo, Boso di bagian utara, Dodinga, SP Dodinga dan Boboneigo di bagian tengah, serta Oba, Durian dan Pintatu di bagian selatan. Sebuah formasi bujursangkar yang terdiri dari 9 bujur sangkar lebih kecil di dalamnya, di bagian tengah sebagai pusat pemerintahan dan delapan bujur sangkar yang mengelilingi sebuah zona penyangga sekaligus barrier yang bisa mereduksi kemungkinan berkembangnya ibukota ke arah yang tidak sehat. Kesembilan kota-kota kecil yang relatif berdekatan tersebut kemudian dirangkum ke dalam suatu wilayah semacam Kota Administratif.
Melihat posisinya yang sangat strategis, terletak di tengah-tengah Pulau Halmahera, dalam waktu yang relatif singkat sangat mungkin wilayah baru ini menjadi suatu kotamadya, apalagi apabila didukung oleh program satu provinsi satu Kawasan Andalan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bisa ditempatkan di sebelah selatan kawasan tersebut, mengimbangi kawasan Sidangoli yang mempunyai prospek sebagai kawasan/zona industri.
Ide di atas merupakan umpan balik sekaligus jawaban bagi pemikiran yang dijadikan landasan pembangunan nasional yang sedang dan akan dilangsungkan dimana melalui GBHN pemerintah bertekad untuk meningkatkan kemampuan daerah di KTI baik melalui pelimpahan tanggungjawab dan wewenang kepada daerah dalam mengatur rumah tanggagnya sendiri, maupun upaya meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, mengoptimalkan pendayagunaan potensi daerah dan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan. Dan, terlebih lagi sebagai upaya mereduksi bibit kerusuhan/perpecahan serta sentimen kesukuan yang terasa masih sangat dominan

Jangan Lupa Tinggalkan Jejak (Like & Coment)